Aku teringat pada suatu tempat yang sering kali aku singgahi dan aku lewati ketika hari libur datang. Tempat dimana rasa senang muncul , tempat dimana rasa sedih pergi. Hingga kini aku beranjak dewasa, tidak ada yang berubah dari tempat itu . Tetap lah indah, tetap dirindukan , dan menjadi pelipur lara. Namun ada hal yang mungkin membuat wajah kota ini menjadi sedikit berubah, abu vulkanik dan gemuruh nya gunung berapi sinabung. Ia meraung, seperti menghempaskan kekesalan nya, melahap apapun yang ada disekitar .
Kota Berastagi , Minggu, 18 September 2016. Aku kembali berkunjung ke kota itu, kota yang juga menjadi saksi setiap petualangan ku bersama sahabat dan keluarga tercinta . Ada banyak tempat menarik dan indah disana, sejak kecil hingga kini, entah sudah berapa jejak yang ku tapak kan disana . Aku pernah mendaki gunung nya, menunggangi kuda nya , dan menikmati segarnya hasil perkebunan di kota itu . Gunung sinabung, gunung sibayak , kota Berastagi , wisata pasteurisasi susu sapi (gundaling farm) , Wisata pagoda taman lumbini , dan beberapa tempat wisata lainnya di tanah karo, sudah pernah kusinggahi. Kini aku kembali lagi, dan melihat betapa kota ini masih penuh dengan pesona nya.
Pagi itu, tidak ada abu vulkanik, tidak ada letusan gunug sinabung. Aku hanya melihat rutinitas seperti biasa, sado dan kuda dimana-mana, wisatawan yang sedang bergembira, dan masyarakat sekitar yang melanjutkan hidup. Hari itu Berastagi begitu kondusif, aku berdoa agar selamanya begitu , aku berdoa agar gunung sinabung tak lagi meraung . Seperti dulu , seperti saat kita bercengkrama dengan keindahan tanah karo, tanpa diikuti rasa cemas dan selalu dirindukan .
Ghandy November